Sudah, Stop Gaduh Sepakbola nya, Gak Ada Guna

BANDARLAMPUNG --- Nasi sudah menjadi bubur. Sudah suratan Tuhan. Sudah ketentuan Allah Subhanawata’ala. Indonesia batal jadi tuan rumah Piala Dunia U-20.
Pelajaran yang baik
tentu harus diambil hikmahnya saja. Pembatalan sebagai Tuan Rumah Piala Dunia
itu memang menyakitkan. Tapi yaa kita sendiri yang menyakiti diri sendiri.
Jangan cari kambing
hitam di luar sana. Semua dari dalam negeri sendiri.
Hari ini, malam ini
mulai jam 22.00 wib, saat situs resmi Federasi sepakbola tertinggi di dunia, fifa.com merilis sebuah berita pendek
dengan judul “FIFA removes Indonesia as
host of FIFA U-20 world cup 2023”, semua media di Indonesia merilis berita
itu dengan berbagai judul, bahwa media televisi pun melakukan siaran breaking news.
Berbagai berita
dengan besutan judul yang standar hingga yang sangar dan cenderung
mengolok-olok pemerintah Indonesia sendiri bertebaran di atmosfir malam ini.
Media sosial penuh
dengan berbagai nada komentar netizen, dengan sedih, marah dan mengumpat
semaunya. Dan ini mirip dengan bencana Tsunami Aceh beberapa tahun lalu yang
menggetarkan Indonesia berhari-hari.
Sepakbola bukan hal
yang remeh di dunia. Apalagi ada FIFA sebagai sebuah organisasi yang punya
kewenangan tunggal di dunia dan tidak satupun negara di jagad ini bisa
menghentikan keputusannya, bahkan negara adidaya sekalipun untuk urusan
sepakbola.
FIFA adalah sebuah
organisasi olahraga yang mempunyai “kerajaan” tanpa teritorial namun menguasa
seluruh benua. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya tentunya.
Penafsiran apapun
sekarang ini sudah terlambat. Apapun alasannya, Indonesia sudah tidak lagi tuan
rumah Piala Dunia yaa. Titik.
Ada yang menampik
bahwa keputusan FIFA itu bukan karena alasan penolakan atas Israel, tetapi karena Tragedi Kanjuruhan dan sebaliknya.
Yang jelas, situasi
dan kondisi Indonesia dinilai FIFA tidak kondusif. Selain bayang-bayang
tragedi, juga ada bayang-bayang demo besar-besaran yang mengganggu kenyamanan
para tamu yang datang ke Indonesia, baik para tamu yang mau main sepakbola
yakni tim tim negara peserta, maupun tamu-tamu penontonnya.
Introspeksi Saja
Saatnya semua
melakukan introspeksi. Jangan adu salah dan adu bener dengan pendapat
masing-masing. Kalau sadar Indonesia sebagai bangsa yang besar, ya bertindaklah
seperti bangsa yang besar.
Jangan
mengkerdilkan bangsanya sendiri. Jika berkomentar atas nama negara, yang harus
ada keputusan yang sifatnya kenegaraan.
Keputusan penolakan
terhadap Israel muncul dari mulut-mulut individu yang mengatasnamakan negara
dengan alasan yang beragam. Ini kan aneh. Kok alasannya bisa beda-beda.
Nah artinya, bangsa
yang besar itu dimana letaknya? Introspeksi.
Palestina saja
tidak mempersoalkan tim sepakbola Israel, mereka bisa memisahkan persoalan lo.
Lah Kita?
Disadari atau
tidak, penolakan itu sudah melengkapi catatan FIFA yang sebelumnya masih
melakukan pembinaan kepada PSSI, kepada Indonesia atas tragedi Kanjuruhan. Lah
kalau dikaitkan seperti ini mungkin ada benarnya.
FIFA akhirnya
mengambil kesimpulan bahwa Indonesia memang belum layak. Secara penyelesaian
kasus Tragedi Kanjuruhan yang seperti main-main, dan melukai rasa keadilan
masyarakat terutama keluarga korban, dan keputusan-keputusan hukum yang sangat
mengecewakan.
Ditambah lagi “teriakan”
yang rasis. Ini memperparah situasi hati FIFA dalam penilaiannya terhadap
Indonesia.
Kira-kira
kalimatnya begini, “kalian ini masih dalam pengawasan dan pembinaan. Diberikan
tugas lagi sebagai host Piala Dunia U-20, dan timnas nya bertanding tanpa
kualifikasi. Lah kok masih aneh-aneh malah rasis segala. Menolak tim yang
secara resmi lolos, ini gimana?”.
Begitu kira-kira bahan pemikirannya FIFA terhadap Indonesia. Negara besar dalam cakupan luasnya, tapi banyak yang tidak berfikir besar.
Nah sekarang ngomonglah sepuas kalian, dengan pertimbangan yang kalian tau, dengan ilmu yang kalian punya, dengan kekuatan apapun yang kalian akan kerahkan, ngomonglah. Terus apa pengaruhnya terhadap keputusan FIFA itu.
Kasihan Ercik Tohir kan, baru bersiap membenahi PSSI, ee malah kena Tsunami.
Ya sudah. Stop
Gaduhnya. Sekarang berfikir, sebentar lagi Lebaran. Jangan cari kegaduhan lain
soal Mudik dan segala macamnya. Bagi muslim mari fokus berpuasa di bulan yang
penuh rahmat ini.
Bagi yang tidak
menjalankan ibadah puasa, mari saling menghargai situasinya.
Selamat berpuasa.
(don pecci – wartawan olahraga detiklampung.com)
Comments